BANGKA TENGAH, FABERTA — Polemik tambang eks Kobatin yakni Kolong Merbuk, Pungguk dan Kenari yang tak kunjung usai menjadi perhatian serius anggota DPRD Bangka Tengah, Apri Panzupi.
Wakil rakyat dapil Koba tersebut menegaskan selama lahan itu masih berstatus sebagai Wilayah Pecadangan Negara (WPN), siapa pun atau pihak mana pun tidak berhak mengklaim yang paling punya kuasa untuk melakukan aktifitas tambang, mau dia dilindung oknum penegak hukum sekalipun.
“Mereka harus tahu, lahan itu berstatus WPN. Siapapun tidak berhak melakukan aktivitas penambangan tanpa adanya persetujuan dari negara secara legalitas,”ujarnya.
Ia menerangkan, apabila ingin dikelola, status lahan tersebut harus dialihkan terlebih dahulu dari WPN mejadi WUPK (Wilayah Usaha Penambangan Khusus), dan hal ini harus ada rekomendasi dari daerah, kemudian pertimbangan dari ESDM, lalu baru persetujuan dari komisi 7 DPR RI.
“Kalau memang statusnya sudah dialihkan ke WIUPK, baru nanti boleh dikelola, baik itu secara kooperasi atau pertambangan rakyat,”terangnya.
Ia sudah mendapat informasi terkait sosialisasi yang dilakukan oleh Forum Simpang Perlang Damai Bersatu,Rabu, (21/4/2021). Disitu tertulis surat ditujukan kepada gubernur untuk pengambilan timah dilahan eks Kobatin.
“Disitu dijelaskan bahwa hasil timah akan dijual kepada PT Timah. Saya cuma mau mengingat kepada semua pihak, bahwa lingkar wilayah itu sekarang berstatus WPN, berhak atau tidak orang mengelola wilayah tersebut harus tetap ada persetujuan dari negara dengan acuan legalitas,”ungkapnya
Lanjutnya, jika mau melakukan aktivitas penambangan di lahan eks Kobatin, harus diliat juga apakah sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). kalau masih tidak sesuai, jadi dasar apa pihak tersebut mau melakukan aktivitas tambang tersebut.
Oleh karena itu, Apri mengimbau kepada PT Timah untuk berhati-hati membeli hasil timah yang tidak jelas asal usulnya, Apalagi berasal dari bukan IUP PT Timah. Jangan sampai PT Timah disebut sebagai penadah dari aktivitas ilegal dari wilayah bukan kuasa PT Timah.
“Segala aktivitas di lokasi tersebut sangat berpotensi mengancam Kamtibmas, seharusnya pihak terkait mulai dari pemerintah daerah dan kepolisian bisa mencegah sedini mungkin. Tidak cukup kalau cuma alasan masalah perut, apalagi di sana banyak fasilitas umum seperti tiang sutet dan pasar Koba,”jelasnya. (Fsl)