Dampak Pertambangan Timah Terhadap Kerusakan Lingkungan di Teluk Limau

OPINI, FAKTABERITA — Provinsi Kepulauan Bangka Belitung populer sebagai salah satu provinsi yang memiliki sumber daya alam dan juga menyimpan hasil bumi yang melimpah. Jika naik pesawat, menuju Pangkalpinang, Ibu Kota Kepulauan Bangka Belitung, saat menjelang mendarat, kita melihat puluhan danau berwarna biru dan hijau. Danau-danau tersebut bukan bentukan alam, tetapi kolam bekas penambangan timah yang disebut “kolong”.

Salah satunya terdapat di Desa Teluk Limau, Kecamatan Parittiga Kabupaten Bangka Barat yang menyimpan potensi sumber daya alam timah yang cukup melimpah. Desa ini memiliki tiga dusun yaitu Dusun Pelawan, Dusun Teluk Limau, dan Dusun Pala yang dihuni oleh 4.168 jiwa dengan mayoritas penduduk melyau, buton, dan chinnese. Masyarakat setempat memiliki keterkaitan erat dengan penambangan timah.Sebagian terlibat langsung dalam aktivitas penambangan, sebagian lagi mengais rejeki dengan bekerja sebagai nelayan, petani dan usaha toko kelontong.

Mendengar harga timah sekarang yang melonjak tinggi sekitaran 160rb-250rb. Masyarakat sekitar banting setir menjadi penambang timah. Aktivitas penambangan laut di wilayah ini sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Namun, akitivas pertambangan ini menuai pro dan kontra. Banyak masyarakat menyangkan aktivas penambangan dapat mencemar ekosistem laut yang di mana kita ketahui bahwa Teluk Limau merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak di kunjungi oleh wisatawan karena keindahan pantainya.

Keindahan pantai ini perlahan mulai menurun karena banyaknya TI apung disekitar pesisir maupun laut. Kurangnya perhatian dari pemerintah membuat mereka bisa beroperasi sampai sekarang. Namun ada juga masyarakat yang mendukung aktivitas pertambangan tersebut. Karena dengan hasil dari mereka menambang timah mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka untuk 3 tahun kedepan.

Saat memulai aktivitas pertambangan atau TI, para penambang tentunya akan membuka hutan, baik itu hutan asli atau hutan hasil reklamasi PT. Tambang Timah, maka hasilnya adalah kerusakan hutan dan lingkungan.

Pada saat melakukan aktivitas penambangan timah harus menggunakan air untuk penyemprotan, kemudian air bercampur lumpur ini mengalir ke sungai-sungai, maka terjadilah pencemaran air sungai yang semula bersih dan jernih menjadi keruh bercampur lumpur.

Aliran air sungai yang bermuara ke laut ini membawa sedimen lumpur ke laut mengganggu keseimbangan ekosistem di laut dan merusak keindahan pantai yang semula berpasir putih berubah menjadi kehitaman dan kotor. Salah satu kawasan penting yang sering rusak akibat penambangan timah adalah hutan mangrove atau hutan bakau.

Mangrove merupakan ekosistem penyangga di pesisir yang berhadapan langsung dengan laut atau sungai. Keberadaan hutan mangrove yang sehat diperlukan oleh flora dan fauna laut untuk dapat hidup sehingga akan menentukan banyak tidaknya ikan atau hasil laut lainnya yang dapat diolah nelayan.

Bukan hanya itu saja hutan bakau diperlukan untuk mengatasi abrasi pantai akibat gempuran ombak. Rusaknya terumbu karang dan ekosistem laut berakibat pada berkurangnya sumber daya perikanan di wilayah perairan Bangka Belitung, karena terumbu karang merupakan tempat hidup dan berkembang biak ikan-ikan. Ikan yang semakin sedikit membuat banyak nelayan kehilangan mata pencaharian. Kemiskinan pun semakin meningkat.

Saat ini, sektor timah banyak memberikan dampak perubahan beragam di Kepulauan Bangka Belitung, mulai dari akses kesejahteraan ekonomi masalah lingkungan hidup, konflik sosial sesama masyarakat, rendahnya kepatuhan penambang terhadap regulasi, kerancuan otoritas perizinan tambang, hingga relasi politis pemilik modal tambang dan pemerintah menambah buruk situasi kebijakan tata kelola pertambangan. Ini menunjukkan bahwa selain dari aspek produksi timah yang dihasilkan di atas, ada dampak yang dirasakan secara lokal di daerah sekitar tambang.

Kesimpulan

Masa depan pertambangan timah masih memiliki potensi yang besar untuk membawa provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke masa kejayaan yang jauh lebih besar daripada saat ini. Pembangunan infrastruktur, pengelolaan timah dari hilir hingga hulu, sumber daya manusia yang mumpuni menjadi PR besar dalam menghadapi globalisasi.

Ketersediaan sumber daya alam belum cukup untuk bersaing dengan negara maju. Sebagai aset negara, regulasi yang melindungi harta kekayaan alam Indonesia perlu dikaji lebih lanjut agar dapat menjamin sumber daya alam yang ada ini menjadi komoditas bagi era kebangkitan ekonomi daerah dan nasional.

Saran

Untuk mengurangi dampak yang diakibatkan dari pertambangan timah rakyat ini saran yang peneliti berikan untuk Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai berikut: Melakukan penegakan hukum peraturan daerah dan pengawasan terhadap setiap kegiatan pertambangan timah rakyat, Pembatasan pembukaan lahan dengan melakukan evaluasi yang ketat pada perencanaan dan pemberian ijin usaha pembukaan lahan.

Melakukan pemulihan kondisi ekosistem kawasan hutan konservasi yang telah rusak melalui rehabilitasi hutan, Melakukan dan pengawasan (monitoring dan evaluasi) jalannya kegiatan reklamasi lahan bekas pertambangan timah rakyat.

 

Penulis: Fina Annisya

(Mahasiswi Sosiologi, FISIP, Universitas Bangka Belitung)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar