BABEL, FABERTA – Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) telah melakukan peminjaman anggaran kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berkisar Rp 245 miliar. Dana tersebut direncanakan akan digunakan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai dengan kesepakatan dengan Kementerian keuangan.
Berdasarkan informasi yang didapat, dana pinjaman yang disebut-sebut digunakan untuk membiayai sejumlah proyek besar pembangunan di Babel, seperti pembangunan gedung kedokteran nuklir senilai Rp 17 miliar, pengadaan uninterruptible power supply (UPS)/2 unit senilai Rp 2 miliar, dan pengadaan alkes radiotherapy Rp 68,8 miliar RSUD Ir Soekarno.
Kemudian, pembangunan peningkatan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Sungai Batu Rusa oleh Dinas Kelautan Perikanan (DKP) nilainya Rp 33 miliar, dan pembangunan jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum di empat lokasi di Kabupaten Bangka, Bangka Selatan, Bangka Tengah dan Bangka Barat senilai Rp 121 miliar.
Terkait realisasi kegiatan yang bersumber dari pinjaman dana Rp 245 Miliar tersebut mendapat renspon dari Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung (UBB) Dr Nizwan Zukhri.
Ia mengatakan, harus diklarifikasi terlebih dahulu kebenaran informasi terkait apakah benar rencana pinjaman daerah akan digunakan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah pusat untuk membiayai sejumlah proyek besar di Babel?
Setahu saya rencana pinjaman daerah dan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah pusat merupakan suatu hal yang terpisah.
Rencana pinjaman daerah sudah pernah dibahas atau sudah direncanakan sebelum terjadinya pandemi covid-19. Sedangkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat dalam rangka mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional sebagai dampak pandemi Covid-19. dan bukan berbentuk pinjaman.
Terang Dr Nizwan, dana PEN biasanya digunakan untuk penanganan pemulihan ekonomi dari sisi demand, seperti menjaga konsumsi, mendorong investasi dan
Kemudian, mendukung ekspor-import, Penanganan Dunia Usaha seperti membantu UMKM, BUMN, dan Korporasi, dukungan Fiskal dengan memberikan stimulus untuk kredit UMKM dan penempatan dana di perbankan yang terdampak restrukturisasi.
“PP No 56 tahun 2018 memperkenankan suatu daerah untuk melakukan pinjaman daerah. Bisa saja hal tersebut digunakan untuk membiayai defisit keuangan daerah, membiayai program-program pembangunan infrastruktur daerah, dan pembangunan lainnya,” ujarnya
Namun, kata Dr Nizwan, banyak juga daerah yang melakukan pinjaman daerah dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa barat, dan Banten.
“Yang penting untuk diperhatikan adalah pinjaman daerah harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan, apakah nantinya akan bisa dikembalikan atau tidak, jadi diperlukan kajian-kajian secara komprehensif. Pinjaman daerah juga jangan sampai memberatkan APBD di tahun-tahun yang akan datang, apakah akan sanggup untuk dibayar atau tidak?, oleh karena itu jika terpaksa melakukan pinjaman daerah, sebaiknya digunakan untuk kegiatan-kegiatan atau program-program strategis yang diperkirakan akan memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan daerah di waktu yang akan datang,” terang Dr Nizwan.
Lanjutnya, oleh karena itu biasanya pemerintah daerah harus meminta persetujuan DPRD untuk melakukan pinjaman daerah, DPRD juga harus mengkaji secara komprehensif. Harus juga dipertimbangkan kemampuan keuangan daerah yang saat ini tingkat kemandirian keuangan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih relatif rendah atau tingkat ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat masih cukup tinggi, dilihat dari sisi fiskal, kebutuhan fiskal yang tinggi, tidak sebanding dengan kemampuan fiskal.