Di Balik Proyek PLTN Gelasa: Laut Panas, Tanah Tercemar, dan Warga Dihantui Radiasi

Ilustrasi, PLTN Gelasa

FAKTA BERITA, BANGKA TENGAH — Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) kerap digadang sebagai solusi masa depan untuk menekan emisi karbon. Namun di balik janji manisnya, teknologi ini menyimpan risiko besar yang mengintai dari laut, darat, hingga udara.

Lokasi pembangunan PLTN biasanya berada di tepi laut karena membutuhkan pasokan air besar untuk sistem pendingin reaktor. Namun, pembuangan air panas dari reaktor ke laut bisa mengganggu keseimbangan ekosistem.

Bacaan Lainnya

Biota laut seperti terumbu karang, ikan, dan plankton terancam akibat perubahan suhu. Lebih parah lagi, potensi kebocoran zat radioaktif, meski kecil, tetap menjadi ancaman serius bagi rantai makanan laut.

“Kalau laut sudah tercemar, kami mau cari makan di mana lagi? Ikan-ikan bisa hilang, padahal hidup kami cuma bergantung dari laut,” keluh Sulaiman, seorang nelayan di Bangka Tengah, dengan wajah cemas.

Di daratan, isu paling krusial adalah limbah radioaktif. Hingga kini, belum ada teknologi yang benar-benar mampu meniadakan risiko penyimpanan limbah tersebut. Zat berbahaya itu bisa bertahan ribuan tahun, mengancam tanah, air tanah, hingga kesehatan manusia.

Selain itu, pembangunan PLTN memerlukan lahan luas yang berpotensi menggeser ruang hidup warga serta mengubah tata guna lahan. Konflik sosial pun tak terhindarkan, terutama di wilayah yang belum mendapat sosialisasi memadai.

“Kami takut, jangan sampai daerah kami jadi tempat buangan limbah. Anak-cucu kami bisa kena dampaknya. Kalau ada apa-apa, siapa yang menjamin keselamatan kami?” ujar Rahma, ibu rumah tangga asal Desa Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Minggu (5/10/2025).

Meski PLTN tidak menghasilkan emisi karbon seperti pembangkit fosil, ancaman udara datang dari kebocoran radiasi. Sejarah mencatat tragedi Chernobyl (1986) dan Fukushima (2011) sebagai bukti nyata bahwa kecelakaan nuklir bisa menebar partikel radioaktif ke atmosfer lintas negara.

Paparan radiasi meningkatkan risiko kanker, cacat lahir, hingga kerusakan genetika jangka panjang. Meski peluang kecelakaan kecil, konsekuensinya sangat besar dan menimbulkan ketakutan di masyarakat.

“Kalau dengar kata nuklir, yang terbayang itu ledakan, radiasi, penyakit. Kami bukan tak mau listrik, tapi jangan sampai keselamatan kami jadi taruhan,” ungkap Junaidi, warga Beriga, Bangka Tengah.

Pos terkait