FAKTA BERITA, JAKARTA – Sektor pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terus menjadi penggerak utama ekonomi masyarakat, meski menghadapi berbagai tantangan seperti tata kelola, regulasi, dan kerusakan lingkungan. Situasi semakin kompleks dengan munculnya dugaan korupsi sebesar 271 triliun rupiah terkait tata kelola timah yang saat ini tengah viral.
Untuk mengatasi masalah ini, DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melakukan koordinasi dan konsultasi ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta pada Selasa, 2 April 2024. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi atas berbagai isu yang dihadapi sektor pertambangan timah di Babel.
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua DPRD Babel, Beliadi, menyoroti rendahnya royalti timah yang hanya sebesar 3%, jauh di bawah komoditas tambang lainnya yang mencapai 10-20%.
“Royalti yang lebih tinggi bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, terutama untuk reklamasi dan pemulihan lingkungan yang rusak akibat pertambangan timah,” ujar Beliadi.
DPRD juga menekankan pentingnya kepastian hukum dan regulasi yang jelas dari pemerintah pusat. Mereka berharap tidak ada lagi tumpang tindih regulasi, terutama antara zona pertambangan laut dan zona pariwisata serta wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Pemprov Babel sudah memiliki perda RZWP3K yang mengatur pulau Belitung sebagai daerah wisata tanpa tambang, namun masih ada IUP PT Timah di laut Belitung. Ini harus diselesaikan,” lanjut politisi Partai Gerindra tersebut.
Ferdiansyah, Ketua Bapemperda, menambahkan bahwa pengawasan pertambangan dan reklamasi, baik di darat maupun laut, harus menjadi perhatian serius dari Ditjen Minerba. Ia juga menekankan pentingnya sosialisasi intensif mengenai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada masyarakat agar sejalan dengan program pemerintah.
Wakil Ketua DPRD dari Partai Golkar, Heryawandi, menyarankan agar timah sebagai mineral strategis dikelola dengan lebih baik untuk mengamankan penguasaan aset mineral. Sekretaris Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Rita, menyambut baik masukan tersebut dan menyatakan bahwa hal ini akan menjadi perhatian bagi Ditjen Minerba dalam menjalankan tugasnya.
“Kami sedang melakukan pembahasan dengan Kementerian Keuangan terkait fiskal atas royalti karena diatur dalam PP Nomor 26/2022. Akan ada perubahan dan penyesuaian kedepannya,” ungkap Rita.
Dia juga menekankan bahwa Kementerian ESDM terus berkoordinasi dengan kementerian lain dan pemerintah daerah untuk memastikan pelaksanaan pertambangan yang kondusif di Babel.
Rita mengakui bahwa pengawasan pelaksanaan pertambangan dan reklamasi masih perlu banyak perbaikan.
“Kami memiliki 18 inspektur tambang untuk mengawasi 221.000 IUP, sehingga pengawasan belum maksimal,” jelasnya.
Dengan ditetapkannya 123 Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Babel, Kementerian ESDM berkomitmen untuk segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mensosialisasikan WPR dan IPR kepada masyarakat, sesuai dengan hasil rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada 26 Maret 2024.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mensosialisasikan terkait WPR dan IPR ke masyarakat,” tutup Rita, memastikan langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah pertambangan timah di Babel.