NASIONAL, FABERTA — PT Krakatau Steel (Persero) terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usaha demi menjaga kelangsungan bisnisnya. Upaya tersebut sebagai salah satu cara mengurangi utang yang trennya terus meningkat sejak tahun 2011 hingga 2018.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menjelaskan, akumulasi utang hingga sekarang jumlahnya mencapai Rp31 triliun. Pembengkakan utang disebabkan karena investasi yang diduga jor-joran dan masih belum membuahkan keuntungan bagi perseroan.
“Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp31 triliun yang disebabkan beberapa hal salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana,” kata Silmy melalui keterangannya, Rabu (29/9/2021).
Hingga sekarang perseroan terus berupaya menekan utang yang terus membengkak. Manajemen baru Krakatau Steel telah berhasil melakukan restrukturisasi utang pada bulan Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.
Silmy mengklaim manajemen sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif. “(salah satunya) proyek Blast Furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018,” kata dia.
Tak hanya itu, Silmy mengatakan sudah ada dua mitra strategis yang akan diajak kolaborasi dalam mengembangkan bisnis. Bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel. Sedangkan satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal Blast Furnace.
“Artinya sudah ada solusi atas proyek Blast Furnace. Kita targetkan Kuartal III-2022 akan dioperasikan,” kata dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, nantinya pengoperasian Blast Furnace nantinya akan menggunakan teknologi yang memaksimalkan bahan baku dalam negeri yaitu pasir besi. “Penggunaan pasir besi ini akan menghemat biaya produksi dan menurunkan impor bahan baku dari luar negeri yaitu iron ore,” pungkasnya.