FAKTA BERITA, PANGKALPINANG – Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, dianugerahi pikiran, nafsu, dan perasaan terhadap sesamanya. Seperti halnya makhluk Tuhan lainnya, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Mereka senantiasa mencari dan membutuhkan manusia lain untuk hidup bersama serta berinteraksi dalam kehidupan, termasuk hidup bersama sebagai pasangan.
Perkawinan merupakan salah satu hak dasar setiap orang, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa,
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Di Indonesia, perkawinan yang sah harus tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) dan memiliki akta nikah sebagai bukti otentik. Dalam Islam, perkawinan dianggap sebagai salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan.
Namun, dalam beberapa kasus, perkawinan tidak memiliki akta yang sah, sehingga menjadi subjek kontroversial dalam hukum Islam dan hukum negara. Menurut Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan,
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Ini berarti, perkawinan yang sah menurut agama tetapi tidak tercatat, dianggap tidak pernah ada atau tidak diakui oleh negara.
Pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh KUA sangatlah penting sebagai bukti autentik adanya suatu perkawinan. Sebuah perbuatan hukum dikatakan sah dan memiliki akibat hukum jika dapat dibuktikan dengan pasti. Masalah muncul ketika perkawinan tidak dicatatkan, sehingga tidak mendapatkan akta nikah. Hal ini menimbulkan beberapa akibat hukum bagi pasangan dan keturunannya, seperti:
1. Perkawinan dianggap tidak sah di mata hukum negara.
2. Istri dapat ditalak kapan saja.
3. Status hukum anak tidak jelas.
4. Tidak terjaminnya hak istri dan anak.
Untuk mengatasi masalah ini, isbat nikah hadir sebagai solusi efektif. Isbat nikah adalah pengakuan atas perkawinan yang telah dilaksanakan menurut syariat Islam antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, namun tidak dicatatkan ke KUA. Para pemohon dapat mengajukan permohonan isbat nikah ke pengadilan agama sesuai dengan daerah hukum tempat tinggal mereka.
Prosedur pengajuan isbat nikah umumnya sama dengan pengajuan permohonan dalam perkara lainnya. Beberapa tahapan yang harus dilalui meliputi:
1. Pengajuan permohonan.
2. Penerimaan perkara.
3. Pemeriksaan perkara dalam persidangan.
4. Kesimpulan dan keputusan hakim.
Namun, permohonan isbat nikah bisa saja ditolak jika terdapat pelanggaran dalam perkawinan, seperti wanita yang masih terikat perkawinan dengan pria lain. Penolakan permohonan isbat nikah menimbulkan dampak atau akibat hukum, yakni perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan atau kepastian hukum, status hukum anak tidak jelas, sulit dalam pengurusan akta kelahiran, dan anak hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu serta keluarga ibu. Anak juga tidak berhak sebagai ahli waris.
Isbat nikah dalam hukum Islam dianggap sebagai salah satu cara untuk menentukan keberadaan perkawinan yang jelas oleh negara. Dalam beberapa kasus, isbat nikah dapat membantu memastikan keberadaan perkawinan yang tidak memiliki akta, sehingga dapat mempengaruhi hak-hak pihak yang terlibat. Namun, isbat nikah perlu diiringi dengan upaya komprehensif untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, mempermudah proses pencatatan pernikahan, dan memberikan akses terhadap layanan publik bagi pasangan yang menikah tanpa akta nikah.
Dengan demikian, pencatatan perkawinan bukan hanya memenuhi aspek administratif, tetapi juga melindungi hak-hak pasangan dan anak-anak mereka, serta memastikan kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh Putra Raihan Samudra