NASIONAL, FABERTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan Indonesia bisa menjadi produsen kendaraan listrik terbesar di dunia dalam kurun waktu tiga hingga empat tahun ke depan. Target itu ditetapkan lantaran besarnya cadangan nikel yang dimiliki sebagai bahan baku utama baterai lithium.
Jokowi mengatakan, upaya untuk menjadikan industri kendaraan listrik agar bisa memberikan nilai tambah dari komditas tambang nikel. Hilirisasi industrik nikel akan meningkatkan nilai tambah biji nikel secara signifikan.
Jika diolah menjadi sel baterai, kata Jokowi, nilainya bisa meningkat enam hingga tujuh kali lipat. Kemudian, apabila dikembangkan menjadi mobil listrik akan meningkat lagi nilai tambahnya yaitu 11 kali lipat.
“Indonesia memiliki cadangan nikel tebesar di dunia dengan potensi yang luar biasa. Itu saya yakin dalam tiga hingga empat tahun ke depan, melalui manajemen yang baik pengelolaan yang baik akan bisa menjadi produsen utama produk-produk barang jadi berbasis nikel seperti baterai litium, baterai listrik, baterai kendaraan listrik,” kata Jokowi dalam kegiatan peletakan batu pertama industri baterai kendaraan listrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu 15 September 2021.
Menurutnya, tren ke depan akan mulai meninggalkan dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik. Hal ini ditandai dengan banyaknya investasi yang beralih ke industri-industri yang lebih ramah lingkungan.
Jokowi menyebut salah satunya yakni Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution yang menanamkan modalnya sebanyak USD1,1 miliar. Langkah tersebut merupakan sebuah keseriusan dari perusahaan untuk meninggalkan energi kotor.
“Pembangunan pabrik ini merupakan wujud keseriusan pemerintah melakukan hilirisasi industri. Era kejayaan komoditas bahan mentah sudah berakhir dan kita harus berani mengubah struktur ekonomi yang selama ini berbasis komoditas untuk masuk ke hilirisasi masuk ke industrialisasi menjadi negara industri yang kuat,” kata dia.
Jokowi menambahkan, pemerintah akan terus berupaya secepatnya untuk keluar dari negara yang mengekspor bahan mentah. Termasuk pula melepaskan ketergantungan impor dari negara maju.
“Karena itu strategis bisnis besar negara adalah keluar secepatnya dari jebakan negara pengekspor bahan mentah dengan mempercepat revitalisasi industri pengolahan, sehingga bisa memberikan peningkatan nilai tambah ekonomi yang semakin tinggi,” pungkasnya.