NASIONAL, FABERTA – Pemerintah diperkirkan masih akan sulit mencapai kemandirian pangan atau swasembada pangan dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini disebabkan penggunaan bibit khususnya padi sebagai bahan pangan utama masih berkualitas menengah.
Pengamat Pertanian sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar menuturkan, kondisi itu disebabkan lantaran petani lebih suka menanam beras yang aromatik untuk mengejar segmen pasar yang lebih menguntungkan. Sedangkan beras dengan produktivitas tinggi masih belum banyak diminati.
“Beras yang ditanam masih kualitas menengah atau sedang artinya masih bisa ditingkatkan lagi. Kalau dibandingka dengan beberapa negara sih masih unggul, tapi dibandingkan sama Vietnam kita kalah dan masih bisa ditingkatkan,” kata Hermanto, Jumat (25/6/2021).
Menurut dia, untuk menggenjot produksi padi nasional pemerintah dirasa perlu melakukan riset lebih lanjut. Upaya ini dilakukan agar dapat menciptakan bibit dengan produktivitas tinggi namun laku di pasaran sehingga membuat petani tidak merugi.
Untuk luas lahan sawah, Hermanto mengaku cukup puas dengan lahan baku yang tersisa sebesar tujuh juta hektare. Sawah seluas itu jika dikelola dengan baik akan bisa menghasilkan padi yang mencukupi untuk konsumsi semua masyarakat dengan kebutuhan menvapai 34 juta ton per tahun.
Kendati demikian, dia mendesak pemerintah agar tidak terlambat dalam distribusi pupuk yang bersubsidi kepada petani rakyat. “Kalau pemerintah konsisten melakukan itu paling dua tahun ini bisa (swasembada) untuk padi. Sekarang juga sebetulnya kurang lebih produksinya mencukupi untuk komditas padi,” pungkasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi di Indonesia mencapai 54,65 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2020. Jumlah tersebut naik sekitar 45,17 ribu ton atau 0,08 persen dibandingkan pada 2019 yang sebesar 54,60 juta ton GKG.
Jika dikonversi menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksinya pada tahun lalu mencapai 31,33 juta ton. Jumlah tersebut naik 21,46 ribu ton atau 0,07 persen dibandingkan pada 2019 yang mencapai 31,31 juta ton. (Faberta)