FAKTA BERITA , BANGKA – Pilkada langsung yang telah diterapkan selama 25 tahun di Indonesia dinilai sebagai sistem yang paling sesuai dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Hal ini disampaikan oleh Muhammad Rizki, M.Psi, Wakil Ketua Bidang Politik DPD PDI Perjuangan Bangka Belitung, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Evaluasi 25 Tahun Pilkada di Indonesia: Pemilihan Langsung atau Tidak Langsung?” yang diselenggarakan oleh Institut Pahlawan 12 di Pangkalpinang, Selasa (18/2/2025).
Menurut Rizki, pemilihan langsung memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk benar-benar menentukan pemimpin yang mereka kehendaki, sehingga lebih demokratis dibandingkan sistem pemilihan tidak langsung melalui DPRD.
“Pilkada langsung ini sudah berada di jalur yang benar karena mendasarkan diri pada kedaulatan rakyat. Biarkan rakyat yang menentukan pemimpinnya sendiri, bukan ditentukan oleh DPRD,” ujar Rizki.
Meski demikian, ia tidak menampik bahwa sistem ini memiliki tantangan, terutama dalam hal pendanaan. Pilkada langsung membutuhkan biaya besar, baik dari pemerintah maupun dari peserta yang mencalonkan diri.
“Masalah utamanya memang ada di pendanaan yang besar. Namun, itu bukan berarti Pilkada langsung buruk. Tantangan ini bisa diatasi dengan evaluasi dan efisiensi anggaran, bukan dengan menghapus pemilihan langsung itu sendiri,” tegasnya.
Rizki menekankan bahwa efisiensi anggaran Pilkada bisa dilakukan dengan mengkaji kembali berbagai aspek yang dianggap membebani tanpa mengurangi substansi demokrasi.
“Banyak hal yang bisa dipangkas tanpa menghilangkan esensi Pilkada langsung. Kita bisa mengevaluasi pola kampanye, mekanisme pencoblosan, hingga efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara untuk Pilkada. Intinya, tetap demokratis, tapi lebih hemat,” kata Rizki.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam upaya efisiensi tersebut, pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu harus tetap memastikan bahwa rakyat tetap mendapatkan hak mereka dalam memilih pemimpin.
“Jangan sampai karena alasan efisiensi, malah mengorbankan hak rakyat untuk menentukan pemimpinnya. Solusinya bukan kembali ke pemilihan tidak langsung, tetapi memperbaiki sistem Pilkada langsung agar lebih efektif dan efisien,” tambahnya.
Dalam FGD ini, turut hadir panelis lain seperti Heriyawandi, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Bangka Belitung; Yan Megawandi, akademisi; serta Deny, Komisioner KPU Bangka Belitung Divisi Sosialisasi, Pendidikan, Parmas, dan SDM. Diskusi berlangsung dinamis dengan berbagai pandangan mengenai masa depan sistem Pilkada di Indonesia.
Namun, bagi Rizki, yang terpenting adalah memastikan bahwa sistem Pilkada yang diterapkan tetap berpihak kepada rakyat.
“Yang kita butuhkan bukan perubahan sistem ke pemilihan tidak langsung, melainkan perbaikan dan penguatan Pilkada langsung agar lebih transparan, akuntabel, serta benar-benar menjadi ajang demokrasi yang sehat dan berkualitas,” pungkasnya.