PANGKALPINANG, FABERTA — Koordinator aksi Gerakan Nelayan Tradisional se Pulau Bangka, Joni Zuhri meminta PT Timah untuk menghentikan aktivitas pertambangan atau mencabut Surat Perintah Kerja (SPK) yang telah diterbitkan.
Tak hanya itu, ia bersama ratusan nelayan yang hadir juga turut menuntut ketidakjelasan sistem yang merugikan nelayan, selain itu masyarakat yang seharusnya menerima kompensasi juga tidak kejelasan
“Kondisi saat ini para nelayan seperti terdegradasi dari wilayah tangkapnya sendiri akibat keberadaan aktivitas pertambangan,” ujarnya disela-sela aksi unjuk rasa di depan kantor PT Timah, Senin (5/4/2021)
Akibat kondisi nelayan yang mengalami degradasi ini, Joni menerangkan, secara otomatis lahan pencarian para nelayan tidak bisa lagi dimanfaatkan, ditambah sebaran limbah yang berdampak menurunnya hasil tangkap nelayan.
Salah satu nelayan asal Pangkal Niur yang turut hadir bersama rombongan Bangka Induk menyampaikan rasa kesalnya karena kondisi wilayah tangkapnya yakni Pulau Kianak dan Tanjung Sunur yang sudah penuhi oleh ponton timah.
“Wilayah tangkap kami sudah hancur lebur, bahkan saat ini penambang sudah merambah ke hutan bakau, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena para penambang berdalih berdalih menggunakan bendera PT Timah,”ucapnya
Sementara itu, Kabag Ops Polres Pangkalpinang, Kompol Johan Wahyudi dalam arahannya meminta kepada para massa agar tetap menjaga ketertiban selama aksi unjuk rasa berlangsung.
“Tolong sampaikan aspirasi dengan tertib, saya minta tolong itu saja,”pungkas Kabag Ops.
Diketahui, puluhan personil tim gabungan yang terdiri dari personil TNI, Polri dan Satpam PT Timah ikut mengamankan aksi unjuk rasa yang diperkirakan diikuti 400an nelayan se Bangka tersebut. (Robby)