Pemotongan TPP ASN Bukan Solusi Tepat, Didit Akan Panggil Fraksi PDI Perjuangan, Tawarkan Beberapa Opsi

Didit Srigusjaya. (Faberta)

BABEL, FABERTA — Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memastikan angka total APBD Tahun 2021 sebesar kisaran 3,1 triliun, sedangkan kekuatan anggaran hanya berkisar 2,7 triliun.

Guna menutupi APBD yang mengalami defisit murni berkisar kurang lebihpt 400 miliar akibat penurunan sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berimbas dari dampak pandemi Covid19, Pemprov Bangka Belitung harus menyesuaikan anggaran serta menutup defisit tersebut.

Sejumlah penyesuaian dan program yang dilakukan salah satunya yang paling memungkinkan adalah dengan memotong TPP (tambahan penghasilan pegawai) ASN di lingkup Pemprov Bangka Belitung selama 6 bulan (Juli-Desember) sehingga diproyeksikan pemprov akan mendapatkan efesiensi sebesar 41M.

Menyikapi wacana tersebut, Mantan Ketua DPRD Bangka Belitung Didit Srigusjaya mengatakan, wacana pemotongan TPP sebesar sebesar 15-25 persen untuk menutup defisit anggaran akan beresiko menurunnya daya beli masyarakat.

“Saya mendapatkan informasi akan ada pemotongan 15 hingga 25 persen TPP untuk menutup defisit, itu lumayan besar karena akan menggangu porsi kebutuhan pegawai untuk biaya keperluan rumah tangga terutama kebutuhan dapur,”ujarnya.

Dikatakan Didit, TPP yang sebelumnya sudah dipotong pajak harus dipotong lagi untuk menutup beban anggaran, jelas ini akan membuat pegawai putar otak untuk mencari sumber pendapatan lain.

“Dalam waktu dekat, saya akan memanggil anggota fraksi PDI Perjuangan, kita akan rembuk untuk menemukan beberapa solusi alternatif lainnya yang mungkin lebih masuk akal kepada Pemerintah Provinsi,”sebut Didit.

“Beberapa alternatif yang nanti akan dibawa oleh fraksi PDI Perjuangan, diantaranya dengan meningkatkan target PAD melalui kebijakan pemutihan denda pajak kendaraan bermotor atau biaya balik nama,”katanya

Bukan tanpa alasan, bedasarkan pengalamannya memimpin DPRD Bangka Belitung, strategi melalui program pemutihan denda pajak ini pernah ia terapkan dan mampu mendongkrak PAD hingga 30 milyar.

Kemudian, melakukan rasionalisasi kembali terhadap belanja yang tidak masuk skala prioritas di OPD. Walaupun didit memprediksi, opsi ini tidak terlalu memberikan dampak efisiensi, karena rasionalisasi belanja sebelumnya sudah dilakukan tiga kali.

“Masih ada opsi lain jika rasionalosasi sudah mentok, diantarnya jika penyelenggaraan PON Papua tidak jadi dilaksanakan. jika benar, akan terdapat anggaran sebesar 7,5M khusus PON (diluar anggaran operasional KONI sebesar 5M) yang bisa digunakan untuk menutup defisit,”ungkapnya.

Lanjut Didit, Opsi terakhir adalah menggunakan anggaran Silpa tahun berjalan, dengan asumsi pada perubahan APBD tahun 2021 menjadi sebesar 2,7 triliun, atau bisa menunggu realisasi serapan anggaran tahun 2021 sebesar 95 persen, jika masih ada sisa, dirasakannya cukup untuk menutupi defisit dengan konsekuensi pada APBD 2022, tidak memasukan Silpa sebagai sumber pembiayaan.

“Pengalaman saya, kekurang defisit dapat menggunakan anggaran silva tahun berjalan, karena pada zaman saya saja masih ada silpa kisaran 130 Milyar, namun strategi harus digsris bawahi untuk tahun 2022 tidak menjadikan silva sebagai sumber pembiayaan. Kalaupun terpaksa harus dimasukan, jumlahnya jangan lebih dari 30 milyar,”jelasnya Ketua DPD PDI Perjuangan Babel tersebut.

Selain itu, ia menambahkan, kebijakan penggunaan silpa tahun berjalan ini harus diiringi dengan kebijakan pengendalian kas oleh Bakeuda, salah satunya dengan menempatkan beberapa pelaksanaan dan pencairan kegiatan yang tidak terlalu penting pada triwulan ke-4 nanti.

“Bakuda bisa mengendalikan beberapa kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu penting, jikapun nanti uang tersebut tidak tersedia sampai dengan akhir triwulan ke-3, maka kegiatan tersebut jangan dilaksanakan, namun jika kegiatan tersebut masih tetap dilaksanakan dengan kondisi uang yang terbatas, maka dapat dilaksanakan penundaan pembayaran pada perubahan APBD 2022,”ungkapnya.

Lebih lanjut, jika pun nanti pemotongan TPP terpaksa tetap harus dilakukan dengan rasa empati terhadap kondisi keuangan daerah, Didit mengharapkan untuk persentase potongan yang jangan terlalu besar maksimal 10 persen dan harus diberlakukan sesuai jenjang jabatan.

“Mungkin Itu beberapa solusi dari kami, karena pemotongan sebesar itu jelas akan menurunkan daya beli masyarakat, apalagi kita tau kalau rata-rata SK pegawai sudah disekolahkan ke bank,”ucapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *