KOBA, FABERTA — Aktifitas tambang ilegal kolong merbuk dan sekitarnya terus membabi buta. Para penambang seakan memiliki nyali besar, kendati berulang berulang kali ditertibkan oleh aparat penegak hukum.
Salah satu warga Koba, Syahrob Syahroni mengatakan, tak jeranya para penambang untuk kembali beraktifitas diwilayah tersebut seakan meremehkan wibawa penegak hukum.
“Sudah sering kami melihat secara langsung maupun membaca berita online pihak Polres Bangka Tengah menggelar razia di lokasi eks Kobatin tersebut, namun masih saja para penambang berani balik lagi untuk beraktifitas,”ujarnya, Minggu (28/3/2021)
“Sudah puluhan kali saya dan warga mengadu kepihak terkait, baik bertemu secara langsung, via whatsaap hingga pengeriman surat resmi dan direnspon dengan upaya penertiban, namun masih saja mereka memiliki nyali besar untuk kembali beroperasi, hukum seperti sudah tak ada harga dirinya lagi dimata para penambang,”ucap syahroni
Menyikapi polemik ini, pihaknya beberapa hari lalu mendatangi DPRD Bateng guna menyampaikan keluhan terkait kondisi ini dan segera akan melakukan audiensi secepatnya dengan para pemangku kebijakan agar masyarakat segera mendapatkan solusinya.
Ketua DPRD Bateng saat dikomfirmasi Faktaberita.co.id membenarkan kalau pihaknya telah menerima aduan oleh perwakilan warga lingkar tambang terkait polemik tambang ilegal di kolong Merbuk dan sekitarnya yang tak pernah selesai.
“Kemarin saya menerima aduan secara langsung dari salah satu warga RT 03 Kelurahan Simpang Perlang atas nama Syahroni terkait keluhan banjir selama ini yang tak kunjung selesai dari tahun ketahun serta dinding DAM yang sudah menipis sehingga membuar luapan air saat musim hujan meredam pemukiman warga,”ucapnya.
Mehoa yang saat itu bersama wakil Ketua DPRD, Supriyadi selaku perwakilan dapil pemilihan Koba akan mengupayakan menyampaikan polemik ini ke Bupati Bangka Tengah agar segera dibahas bersama dengan masyarakat penambang serta stakeholder terkait.
“Persoalan ini harus kita bahas bersama terkait penyelesaiannya seperti apa, boleh atau tidaknya nanti bagaimana, jika tidak boleh maka penegak hukum harus memberikan tindakan tegas, jika boleh harus dibuat aturannya,”kata mehoa
Ia menerangkan, persoalan operasi ilegal di kawasan eks kobatin terutama di kolong Merbuk, Pungguk dan Kenari sudah diketahui oleh pihak DPRD bahkan sejak dulu bapak Algafry menjabat Ketua DPRD Bateng.
Sekarang moment yang pas mengingat bapak Algafry saat ini menjabat sebagai bupati dan diharapkan ada penyelesaian mengingat status lahan eks Kobatin yang sudah menjadi aset Pemda Bangka Tengah.
“Saya mendapatkan informasi dari Dinas Kehutanan kalau kawasan Merbuk dan sekitarnya tidak mungkin untuk dijadikan kawasan pertambangan atau tambang rakyat, karena kawasan tersebut lebih potensi untuk dijadikan kawasan pariwisata, bisa saja di normalisasi atau dijadikan tempat penampungan air baku, tinggal kembali lagi ke pak bupati seperti apa nanti penyelesaiannya,”jelas Mehoa
Pada intinya, DPRD Bateng mendukung setiap langkah pemerintah yang sifatnya baik untuk masyarakat banyak, tentu dengan tidak mencari-mancari kesalahan pihak manapun.
Di tempar berbeda, salah satu RT di Kelurahan Berok, Domin turut mengecam kegiatan tambang ilegal tersebut karena selain tidak memberikan ketenangan juga berpotensi menimbulkan konflik horisontal.
“Surat penolakan terkait aktifitas ilegal tersebut secara resmi telah kami layangkan kepada pihak kepolisian yakni Polres Bangka Tengah serta beberapa instansi lainnya namun tidak pernah ditindak lanjuti,”ujarnya.
Keluhan serupa datang dari Ketua Karang Taruna Kelurahan Berok, Engga yang mengatakan kalau Pemerintah Bangka Tengah begitu tumpul dalam mengatasi persoalan ini dan terkesan mati gaya serta tidak ada solusi yang tegas
“Kami sudah bertemu pak Bupati tapi kenyataan sama saja, tidak ada tindakan tegas,”tutupnya.
Untuk memastikan kebenaran kegiatan tambang ilegal kolong punguk dan canal sungai berok, awak media faktaberita.co.id menjumpai salah orang pekerja (R) yang tidak mau disebutkan namanya bahwa saat ini ponton yang beroperasi kurang lebih 70 ponton yang terbagi atas dua bendera yakni bandera kuning milik (A) serta ponton yang diikat bendera putih kelola oleh saudara (I)
Diketehaui (A) memiliki 8 ponton sementara sisanya milik saudaranya, mereka mempekerjakan enam orang untuk mengambil semua rimah yang hasilkan oleh penambang dan membawanya di gudang saudara (l), sebagian diambil oleh anak buah (A) untuk di jual ke kolektor (A)
Pekerja R menjelaskan bahwa pihaknya dimintai komisi 10/2 oleh (l) dan saudara (A) dengan alasan untuk biaya koordinasi kepada atasan salah satu intansi dan tokoh masyarakat.
Laporan : Fernades