FAKTA BERITA, PANGKALPINANG – Bagi sebagian orang, panggung politik seringkali diwarnai sorotan kamera, slogan besar, dan langkah-langkah penuh strategi. Namun tidak begitu dengan Dessy Ayu Trisna. Perempuan yang kini menjabat sebagai anggota DPRD Pangkalpinang ini memilih jalannya sendiri—tenang, tanpa banyak retorika, dan dekat dengan keseharian warganya.
Di tengah atmosfer Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang yang mulai terasa dinamis, Dessy menerima amanah sebagai calon Wakil Wali Kota dari PDI Perjuangan, mendampingi Prof. Saparudin Masyarif.
Tapi jauh sebelum momen ini datang, ia telah lebih dulu hadir di tengah warga sebagai pribadi yang terbiasa mendengar dan hadir dalam situasi sehari-hari.
“Saya menerima amanah ini bukan karena ambisi. Tapi karena merasa, mungkin memang ini saatnya berbuat sedikit lebih luas dari yang selama ini saya jalani,” ujarnya perlahan.
Tak banyak poster wajahnya terpampang, tak banyak pula gimik atau jargon yang dibawanya. Ia lebih sering terlihat hadir di pengajian RT, kegiatan warga, atau sekadar berbincang di teras rumah warga Bukit Intan. Cara ia berinteraksi pun sederhana: mendengarkan, menyimak, dan mencari jalan keluar bersama.
Dalam berbagai kesempatan, Dessy tidak pernah memosisikan diri sebagai ‘tokoh’. Ia justru lebih sering bertanya, menggali cerita dari warga, dan memosisikan dirinya sejajar. Sebuah sikap yang membuatnya dekat, bukan karena simbol, tapi karena rasa.
“Bu Dessy itu gak pernah tampil beda kalau lagi bareng kami. Tetap kayak ibu-ibu biasa. Nanya soal anak-anak, harga sembako, bahkan sesekali curhat juga kayak kita-kita,” ungkap Ibu Nur, salah satu warga yang mengenalnya. Jumat (4/6/2025).
Banyak yang kemudian melihat bahwa kekuatan Dessy justru ada pada keasliannya. Ia tidak berusaha menjadi orang lain. Ia tetap seorang ibu dari anak-anaknya, istri dari Irwansyah—mantan Wali Kota Pangkalpinang, dan seorang wakil rakyat yang lebih suka bekerja di balik layar ketimbang menonjolkan diri.
“Ada waktu untuk bicara soal kebijakan, dan ada juga waktu untuk sekadar duduk menemani anak di rumah,” ucapnya, dengan nada hangat.
Perjalanan politiknya memang tidak dibangun dengan teriakan. Tapi perlahan, dari ruang-ruang kecil yang ia isi dengan percakapan ringan dan empati.
Ia memahami keresahan ibu rumah tangga tentang harga sembako, kesulitan biaya sekolah, hingga ketidakpastian saat banjir datang. Dan mungkin, di situlah letak relevansi dirinya. Ia tak bicara besar, tapi hadir dalam hal-hal kecil yang menyentuh kehidupan warga sehari-hari.
Kini, ketika ia dipasangkan dengan Prof. Saparudin, banyak yang melihat potensi kombinasi kuat: satu dari dunia akademik dan perencanaan, satu dari realitas lapangan dan kehidupan masyarakat.
Namun di luar strategi, Dessy tetap berjalan seperti biasanya. Dengan langkah yang sama, suara yang sama, dan niat yang tak berubah—menjadi bagian dari warga yang ingin kotanya lebih baik.
“Kalau nanti diberi kepercayaan, saya ingin tetap bisa menjadi jembatan. Bukan sekadar mendampingi, tapi mendengar lebih dekat dan menyampaikan lebih cepat,” katanya.
Bagi sebagian warga, ia mungkin bukan sosok yang banyak bicara di panggung. Tapi di banyak ruang kecil yang sering luput dari sorotan, nama Dessy Ayu Trisna sudah lebih dulu dikenal—bukan karena janji, tapi karena kehadiran.