Tunjangan DPRD Babel Naik, Dirjen di Kemendagri Sentil Soal Kepatutan

PANGKALPINANG, FABERTA – Pascakunjungan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ke Bangka Belitung yang mendapati informasi adanya penaikan tunjangan DPRD Babel, langsung ditindaklanjuti oleh jajarannya. Direktorat Jenderal Ditjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyampaikan tanggapannya terkait informasi penaikan tunjangan DPRD Bangka Belitung melalui Pergub yang jumlah rupiahnya dinilai fantastis di masa pandemi Covid-19 saat ini.

Direktur Jenderal Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 yang mengatur hak keuangan dan administratif pimpinan/anggota DPRD. Namun dia menegaskan bahwa pemberian tunjangan itu harus tetap memenuhi asas kepatutan.

“Pertanyaan saya, kenaikan tersebut patut atau tidak. Karena itu yang sangat penting. Di tengah pandemi Covid-19 ini Babel sudah bisa belum menangani Covid-19 dengan baik? Saya tidak tahu. Tapi sudah sangat tegas dijelaskan di dalam PP 18 Tahun 2017 tersebut bahwa yang namanya besaran tunjangan transportasi juga perumahan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasional,” ujar Ardian dalam keterangannya kepada wartawan, Senin, 8 September 2021.

Ardian juga memberi parameter, soal kepatutan atau tidak dalam penaikan tunjangan DPRD Babel tersebut. Dkkatakannya, penaikan tunjangan itu bisa dilakukan apabila Babel sudah menangani Covid-19 dengan baik, dan insentif nakes sudah dibayarkan serta dinilai ada kenaikan harga akibat inflasi maka itu sah-sah saja. “Tapi kalau kemudian ternyata Covid-19 belum ditangani dengan baik di Babel, masyarakat masih butuh bansos, saya menilai itu kurang patut,” imbuhnya.

Dia menuturkan, Kemendagri beberapa kali mendorong, dan sering ditegaskan oleh Mendagri yang selalu mengatakan di era pandemi ini APBD itu diarahkan dan difokuskan untuk penanganan Covid-19 dan dampak sosial ekonominya.

Jika penanganan Covid-19 belum baik sementara ada kenaikan insentif, Ardian menyebutkan bahwa pemerintah daerah kurang memiliki rasa kepekaan (sense of crisis).

“Hal yang menyangkut insentif bagi aparatur mulai kepala daerah, DPRD, staf sampai honorer, kalau bisa dikesampingkan dululah. Jember saja bupatinya yang dapat honor, dia kembalikan. Mungkin sudah ada dasar hukumnya. Tapi tidak hanya dasar hukum yang harus jadi atensi pemda, tetapi bagaimana kepekaan pemda terhadap kondisi yang terjadi dan dialami masyarakat,” ujar dia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *