FAKTA BERITA, BANGKA TENGAH – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berbasis teknologi Thorium Molten Salt Reactor (TMSR) oleh PT Thorcon Power Indonesia di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, kembali menimbulkan gelombang kecemasan di tengah masyarakat pesisir.
Pulau kecil yang dikenal eksotis itu kini menjadi pusat perhatian nasional setelah disebut sebagai calon lokasi PLTN pertama di Indonesia. Namun, di balik ambisi menuju kemandirian energi, muncul bayang-bayang ketakutan warga terhadap risiko ekologis, sosial, dan ekonomi yang menyertainya.
“Kalau memang harus ada PLTN, kami ingin dilibatkan sejak awal. Jangan tiba-tiba bangun lalu kami disuruh terima risiko,” ujar Sulaiman, nelayan setempat, yang khawatir ruang hidupnya akan berubah akibat proyek tersebut.
Kekhawatiran serupa disuarakan oleh Rahma, pelaku UMKM pesisir. Ia menegaskan masyarakat tidak menolak pembangunan, tetapi menuntut transparansi dan keterlibatan publik yang nyata.
“Kami hanya ingin tahu dampaknya, manfaatnya, dan siapa yang akan menanggung risikonya kalau terjadi sesuatu,” katanya.
Rencana pembangunan PLTN Thorcon disebut berpotensi memicu tekanan ekologis serius terhadap ekosistem pesisir seperti terumbu karang, mangrove, dan biota laut. Bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada laut, potensi kerusakan ekologi berarti ancaman langsung terhadap ekonomi keluarga.
Sementara itu, dari sisi regulasi, proyek ini terus melangkah. PT Thorcon Power Indonesia telah memperoleh persetujuan Program Evaluasi Tapak dan Sistem Manajemen Evaluasi Tapak (PET-SMET) dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sejak 30 Juli 2025. Langkah itu menjadi pintu masuk menuju tahap uji kelayakan tapak.
Legal Associate PT Thorcon Power Indonesia, Andri Yanto, menyatakan pihaknya berkomitmen menjalankan proses sosialisasi dan edukasi publik secara terbuka.



















