Adanya Perambahan Hutan Negara Bebas di Desa Kotawaringin, ERPEKAT Babel Akan Laporkan Oknum Pemdes

 

PANGKALPINANG, FAKTABERITA — Gejolak penolakan keras masyarakat Desa Kotawaringin soal polemik perambatan hutan negara menjadi perhatian serius Emergency Respon Pejuang Masyarakat (ERPEKAT) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel)

Bukan tanpa alasan, mayoritas warga Desa Kotawaringin menolak keras adanya perambahan hutan di desa mereka lantaran akan menimbulkan konflik sosial.

Hasil penelusuran dilapangan, ERPEKAT menemukan adanya dugaan maladministrasi, cacat legalitas hingga tandangan fiktif yang berpotensi menyebabkan konflik horizontal antar warga

Bahkan salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengatakan, memang benar adanya sosoalisasi antara pemdes dan masyarakat perihal pembebasan lahan perkebunan kelapa sawit, namun eksekusinya justru yang hadir bukan warga yang memiliki lahan Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT), melainkan hanya segelintir orang yang pro terhadap perusahan PT. Fanyen Agro Lestari (FAL).

“Lahan yang akan dibebaskan untuk perkebunan itu kurang lebih seluas 1500 hektar, sebagiannya bukan lahan Ganti Rugi Tanaman Tumbuh (GRTT) di Desa Kotawaringin melainkan lahan yang belum terjamah atau hutan tidak bertuan,” sebut warga tersebut.

Sehingga tegasnya, kerja sama oleh Pemdes Kotawaringin dengan PT FAL sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) dengan surat keputusan No. 011 SPK-SM-II/FAL/VII/2023 tentang Pembebasan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit itu diduga cacat hukum dan legalitas.

Menyikapi polemik ini, Ketua ERPEKAT Bangka Belitung, Ibnu Hajar menyebutkan kalau keputusan kerja sama yang dilakukan oleh Pemdes Kotawaringin terlalu formatur sehingga kuat dugaan adanya penyelayahan prosedur yang menyebabkan cacat hukum.

“Keputusan Pemdes Kotawaringin jelas menimbulkan gesekan dan komlik, saya tidak tau ini disengaja (by desain) atau tidak, tapi kami menduga ada banyak oknum yang bermain,” tutur Ibnu.

Ungkap Ibnu, oknum Pemdes terlalu blunder sehingga tidak transparan dan terbuka dengan adanya dugaan perambahan Hutan Produksi, informasi yang ia terima pun kurang lebih ada 60 hektar lahan yang dimainkan legalitasnya

Jelasnya dalam pngaturan tanah terlantar dapat dilihat dari peraturan yang paling tinggi yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 33 Ayat 3 menyatakan bahwa bumi air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kemudian undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa “Bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara, serta pasal 6 dari UUPA yang menyatakan “ semua hak atas tanah mempunyai Fungsi sosial.

Lalu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 menyebutkan tanah telantar adalah tanah hak, tanah hak lengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar oenguasaan atas tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.

“Dari peraturan tersebut jelas, apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifatnya; apabila tanah tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan pemberian haknya; Tanah tersebut tidak dipelihara dengan baik; dan Khusus untuk tanah Hak Pengelolaan, apabila kewenangan hak menguasai dari Negara atas tanah tersebut tidak dilaksanakan oleh pemegang hak pengelolaan sesuai tujuan pemberian pelimpahan kewenangan tersebut. Intinya tanah tersebut harus dikelola dulu baru diberi pelimpahan kewenangan ke masyarakat yang menggarap,” terang Ibnu.

Dengan dasar ini, ibnu menyampaikan adanya dugaan praktek jual beli lahan yang berstatus hutan negara dengan perusahaan PT FAL yang mana terdapat dalam pasal 1 huruf (a) tentang objek perjanjian yang berbunyi” Tanah Negara yang berstatus APL yang telah diusahakan oleh masyarakat Desa Kotawaringin.

Sambungnya, Kenyataannya pun secara faktual dari hasil verifikasi lapangan lahan tersebut masih hutan Frimer, dan masih di atur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 8 tahun 2021″ Tentang tata hutan dan penyusunan rencana Hutan, serta Pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi.

“Beberapa pekan kedepan ERPEKAT Babel akan mengawal dan mendampingi warga untuk melaporkan oknum Pemdes Kotawaringin ke Polda, Kejari, Gubernur Babel, Ombusdman kantor wilayah Bangka Belitung adanya dugaan sindikat mafia tanah, semoga ini bisa diselesaikan dan mendapatkan kepastian hukum,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *